Assalamu’alaikum kawan-kawan..
Sekarang aku mau berbagi cerita tentang waktu wisuda kemaren.
Mungkin nggak diceritain semuanya ya, hanya peristiwa-peristiwa tertentu aja.
Peraturan wajib yang dibuat oleh kampus saat wisuda salah
satunya adalah wisudawan harus berjabat tangan dengan pak Rektor, karna akan
difoto (itu penjelasan panitia saat gladi bersih). Wisudawan wisudawati,
semuanya wajib bersalaman dengan Pak Rektor.
Di kampus manapun juga kebanyakan peraturannya sama, tak
terkecuali kampus berlebel islam. Termasuk kampus aku. UIN (Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang).
Padahal kalo dipikir-pikir kaann.. Pak Rektor kan bukan
muhrim kita ya? Mungkin semuanya juga udah paham sii, hanya saja pendapat dari
masing-masing yang berbeda. Menganggap sebagai guru yang wajib dihormati,
sebagai orang tua kedua yang wajib dihormati, sebagai rektor yang wajib
dihormati dan lain-lain. Yang intinya tidak masalah untuk bersalaman langsung
dengan beliau. Begitu kira-kira.
Hemm.. dalam benak aku berkata ‘mempertahankan keistiqomahan
itu nggak gampang, termasuk dalam acara wisuda ini, yang mengharuskan bersalaman
dengan yang bukan muhrim’. Padahal kalo bersentuhan secara sengaja dengan yang
bukan muhrin itu kan dosa ya?.. iya kan?.. hemm. Lebih baik ditusuk dengan besi
panas dari pada bersentuhan dengan lawan jenis secara sengaja. Begitu kira-kira
bunyi hadistnya, walalupun kadang-kadang aku juga pernah nggak sengaja
bersentuhan dengan lawan jenis karena sesuatu hal.
Sebelum hari H aku sudah memikirkan hal ini, dan berniat
untuk memakai sarung tangan saat wisuda. Ingat cerita-cerita kakak tingkat yang
mereka tetap istiqomah menjaga diri dari yang bukan muhrim. Usaha untuk tidak
langsung bersalaman (kulit kena kulit) dengan tangan Pak Rektor adalah dengan
memakai sarung tangan.
Awalnya aku malu untuk memakai sarung tangan. banyak faktor
yang membuat aku nggak PeDe, salah satunya adalah sifat pemalu aku, sebenernya
nggak malu-malu banget, cuman kalo ada yang beda dari temen dan cuman aku yang
pake itu rasanya nggak enak.. terus takut kalau tiba-tiba diliput di berita
kampus (wkwkwk alay- nggak mungkin juga kalee-hahaha), terus jadi bahan
pembicaraan, dilihatin banyak orang dan lain-lain (sebenarnya ini cuman
perasaan aja---)
Sekali lagi.. untuk berbuat baik, mempertahankan kebenaran
mempertahankan keistiqomahan itu nggak gampang (bagi aku) guys.. butuh
keberanian yang Nyata (banget),
Lanjut Pas Hari H …
Aku tetep berdo’a meminta sama Allah untuk memberikan aku
kemantapan hati dan keberanian memakai sarung tangan (padahal cuman pake sarung
tangan yak—ribet amat mikirnya--)
Untuk beberapa orang mungkin ini hal biasa sih, tapi bagi
aku enggak. Aku harus bisa melawan Ego ku.. tibalah saatnya para wisudawan dan wisudawati
naik ke podium untuk menerima map ijazah dan berjabatan dengan dekan dan
Rektor.
Sarung tangan pun aku pake, daaannn… temen-temen aku biasa
aja tuh, nggak ada yang kepo nggak ada yang crewet bahas ini (hahaa..
benar-benar aku aja yang alay-)
Tibalah saatnya aku maju, menerima map Ijazah kemudian
berjabatan dengan Pak Rektor, dan langsung turun kembali ke tempat semula.
mungkin nggak ada 10 detik kita ada di
podium dan berjabatan dengan pak Rektor.
Sudah terlaksana guys..
Rasanya lega banget, akhirnya aku bisa melawan rasa malu,
takut dan pastinya Ego ku kalah. Dan.. pikiran negatif dalam diri aku juga
kalah.
Itu aja sih.. intinya kalo kamu nggak mau berjabat tangan
langsung dengan pak rektor silahkan anda memakai sarung tangan, hal ini bertujuan
untuk usaha dalam menjaga diri dari bersentuhan langsung dengan yang bukan
muhrim. Disisi lain, karena menghormati kewajiban/keharusan untuk berjabat
tangan dengan Pak Rektor..
Semoga bermanfaat kawan ^_^
---aku hanya seorang
hamba yang penuh dosa, dan sedang belajar untuk lebih baik/ doakan aku kawan
supaya bisa lebih istiqomah---
Supeeerrr sekaliii.. doakan aku juga bisa memperbaiki diri seperti kamu ya nitulll 🙏😊
BalasHapusaamin elfaa.. haha, itu aku cuman nekat aja fa
BalasHapusMbaaaak mbaaaaaakkkk kalau misalnya kita nangkupin tangan di dada gimana? Jatuhnya jadi apa? Gak sopan gitu???
BalasHapusTapiiiiiiiiiiii pokoknya aku gak habis pikir. Lebih dari 'harus jabat tangan karena mau difoto', perasaan atau pendapat si rektornya sendiri sebenernya gimana sih?
Maksidnya yaaa~~~ pasti beliau kan orang yang sudah mumpuni ilmu dunia dan agamanya. Nah yang kayak begini gimana? Alasan, 'untuk foto' itu termasuk udzur syar'i gak sih sehingga kita harus jabat tangan?
HMMMZZZZZZZZZZZZZ..... ya mungkin ilmuku yang masih cetek, ketidaktahuanku yang masih berjuta juta. Intinya dari awal tahu kalau kudu salaman sama rektor, sampe sekarang, aku tetap gak habis pikir dan gak setuju.
mungkin gpp jg sih nangkupin tangan di dada, soalnya pasti pak rektor juga udah tau, udah paham gitu.
BalasHapusjadi pas di depan pak rektor itu beliau nggak langsung nyodorin tangan, nunggu beberapa detik, mungkin karna beliau tau kali ya, aku pake sarung tangan. dan beberapa saat kemudian beliau baru nyodorin tangan untuk salaman.
hemm.. nah itu zahra, bersalaman hanya untuk di foto, hehe.. itu yg dijelaskan pas gladi. mungkin panitia yang terlalu taat peraturan. heeh
kalau pak rektor insyaallah beliau paham dan menghormati. karna pendapat masing-masing kan beda-beda ya, ada yang karna menghormati ke yang lebih tua, jadi untuk bersalaman gpp. ada yg sebaliknya